Enam Bulan Yang Lalu

Kurang lebih 6 bulan yang lalu, ketika kau memutuskan menyatakan perasaanmu padaku.  Meski melalui pesan singkat, namun segalanya berubah. Segalanya menjadi indah, hari-hariku kian penuh warna, semenjak aku dan kamu menjadi “kita”. Awalnya, tak satupun orang yang percaya tentang keseriusanmu padaku. Aku tak pernah perduli dengan omongan mereka. Aku berpegang teguh pada keyakinanku, aku percaya padamu, dan aku percaya semua kata yang pernah keluar dari mulut manismu. Aku memang mengenalmu tak kurang dari setahun. Tapi aku yakin, aku jauh lebih memahamimu dibanding mereka. Mereka tak pernah mengenalmu lebih jauh. Mereka hanya melihat pada sampulmu, bukan pada setiap halaman yang ada dalam hidupmu. Aku tak pernah mengelak, aku tau benar tentangmu dan masalalumu. Kamu yang dulunya seorang “player”, yang mudah bergonta-ganti pacar. Kini berada di sampingku, dan berucap “aku berjanji, aku akan setia padamu”. Terang saja mereka tak pernah percaya pada hubungan kita. Melihat masalalumu, rasanya terlalu fana untuk mempercayainya. Namun aku sadar, setiap orang punya masalalu, dan aku tak pernah mempersoalkan hal itu. Aku menerimamu, dan itu artinya, aku juga menerima semua masalalumu. Aku tak perduli dengan masalalumu, yang aku tau, sekarang jalan takdirmu disini, bersamaku. Seiring waktu berjalan. Harapanku kian menjadi nyata. Kepercayaanku tidak sia-sia. 6 bulan sudah, usia hubungan kita. Ketika jemarimu memasuki celah jemariku, dan
tatapan matamu yang hangat menyentuh mataku, ketika itu juga aku yakin perasaanku semakin dalam untukmu.
Kamu berbeda dari yang lain, kau memang terkesan tidak peduli, tapi dibalik ketidakpedulianmu, kau menyimpan sejuta perhatian untukku. Kamu memang terlihat tempramental, namun dibalik sifat kerasmu, kau memiliki kesabaran dalam menghadapi keegoisanku. Kamu memang pencemburu, tapi aku tau, alasanmu karena tak ingin kehilanganku. Dan satu hal yang membuatku benar-benar yakin bahwa cintamu benar-benar besar untukku, kau mampu meneteskan airmatamu demi aku. Entah hal buruk apa yang sedang menghantui fikiranku, rasa takut itu kembali menyiksaku. Ketakutan bilamana aku tidak terbuat dari tulang rusukmu, ketakutan jika esok, jalan takdirmu tak lagi bersamaku. Ketakutan ini kuserahkan padamu Tuhan, melihat senyum dan tawanya kiranya tak ingin berakhir, dan sekarang aku selalu menyisipkan namanya di setiap doaku. Kau anugerah terindah yang pernah kumiliki. Kau benar-benar malaikat yang dikirim Tuhan untukku. Kau tak pernah tau, satu hati yang kau punya, mampu membuat jutaan tawa dalam hidupku. I love you today, and I will be love you until forever.

Comments

Popular posts from this blog

The City of My Dreams

Pemberi Harapan Palsu (PHP)

Ketidakberdayaanku